Mengapa frasa “Surat Perintah Tugas” dalam ketentuan Pasal 7 Permendagri 67/2017 harus dimaknai sebagai Surat Perintah, BUKAN Surat Tugas?

Surat Perintah Tugasdalam Permendagri 67/2017 harus dimaknai sebagai Surat Perintah, bukan Surat Tugas. Simak penjelasannya! | Gambar oleh: www.formatadministrasidesa.com
Dalam konteks Permendagri 67/2017, penunjukan pelaksana tugas (Plt.) dilakukan sebagai respons terhadap kekosongan jabatan Perangkat Desa dan bersifat sementara.
Misalnya, jika jabatan Kaur Keuangan definitif sedang kosong karena berhalangan tetap, maka Kepala Desa dapat menunjuk pejabat dari jabatan Perangkat Desa lain yang tersedia, seperti Kaur Perencanaan, untuk mengisi kekosongan tersebut.
Dalam situasi ini, pejabat yang ditunjuk harus menjalankan tugas tambahan yang TIDAK TERMASUK dalam ruang lingkup tugas dan fungsi jabatan utamanya.
Dengan demikian, pejabat tersebut pada dasarnya melakukan rangkap jabatan sampai posisi yang kosong diisi secara permanen (definitif).
Lebih lanjut, dalam Permendagri 67/2017 Pasal 7 ayat (2) dijelaskan bahwa:
(2) Pelaksana tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala Desa dengan surat perintah tugas yang tembusannya disampaikan kepada bupati/wali kota melalui camat paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal penugasan.
Apa yang maksud dengan “Surat Perintah Tugas” dalam ketentuan Permendagri 67/2017?
Apakah Surat Perintah atau Surat Tugas?
Untuk memperjelas, mari kita bandingkan dengan peraturan lain:
Misalnya Permendagri 1/2023, terdapat pemisahan yang tegas (eksplisit) antara Surat Perintah dan Surat Tugas.
Dalam Permendagri 1/2023 Pasal 7 ayat (1) dinyatakan bahwa:
(1) naskah dinas penugasan terdiri atas:
a. surat perintah;
b. surat tugas; dan
c. surat perjalanan dinas.
Selanjutnya, Pasal 7 ayat (2) Permendagri 1/2023 menyatakan bahwa:
Surat perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berisi perintah dari atasan kepada bawahan untuk melaksanakan pekerjaan tertentu di luar tugas dan fungsi.
Sedangkan Pasal 7 ayat (3) menyatakan:
Surat tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berisi tugas dari atasan kepada bawahan untuk melaksanakan perintah pekerjaan sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Karena penunjukan Plt. dalam Permendagri 67/2017 dimaksudkan untuk mengatasi kondisi insidentil—yakni kekosongan jabatan yang memerlukan respons cepat dengan menugaskan pejabat dari jabatan lain untuk menjalankan tugas tambahan—maka penugasan yang diberikan berada DI LUAR ruang lingkup tugas dan fungsi jabatan utamanya.
Oleh karena itu, untuk menghindari tumpang tindih atau pertentangan dengan peraturan lain (Permendagri 1/2013), maka frasa Surat Perintah Tugas
dalam Permendagri 67/2017 harus dipahami sebagai SURAT PERINTAH (bukan Surat Tugas). Dalam pengertian, perintah dari Kepala Desa kepada pejabat dari jabatan Perangkat Desa lain yang ditunjuk untuk melaksanakan pekerjaan tertentu DI LUAR ruang lingkup tugas dan fungsinya.
Artikel terkait lainnya, baca juga: Perbedaan Plt dan Plh