Pungutan Desa yang Diperbolehkan vs Pungli Desa: Apa Saja?

Di tengah maraknya berita tentang kasus Pungli yang meresahkan masyarakat Desa, penting untuk memahami dengan jelas apa yang termasuk pungutan yang DIPERBOLEHKAN (sah) dan apa yang tergolong sebagai PUNGLI. Apakah semua pungutan Desa diperbolehkan? Bagaimana cara membedakannya?

Artikel ini akan membahas semua aspek tersebut, memberikan panduan lengkap tentang apa yang seharusnya dipungut sesuai aturan dan bagaimana melaporkan Pungli jika terjadi.

Gambar ilustrasi Pungli Desa dan Pungutan Desa yang Diperbolehkan
Pungli Desa dan Pungutan Desa yang Diperbolehkan

Daftar Isi:

  1. Pungutan Desa yang Sah (Diperbolehkan)
    1. Memiliki Dasar Hukum yang Jelas
    2. Termasuk dalam Kewenangan Desa
    3. Tidak Dilarang dalam Peraturan Perundang-undangan
    4. Tidak Bertentangan dengan Kepentingan Umum
    5. Dipungut oleh Orang/Petugas yang Memiliki Kewenangan untuk Memungut
  2. Contoh-Contoh Pungutan Desa yang Diperbolehkan
    1. Pungutan Retribusi Sewa Kios Pasar Desa
    2. Pungutan Retribusi Pengelolaan Sampah
    3. Pungutan Sewa Pemanfaatan Tanah Kas Desa (TKD)
    4. Pungutan Pengelolaan Tempat Wisata Desa
    5. Pungutan Iuran Pengelolaan Lumbung Desa
    6. Pungutan Iuran Pengelolaan Air Bersih
  3. Pungli Desa (Dilarang)
    1. Tidak Memiliki Dasar Hukum yang Jelas
    2. Tidak Termasuk dalam Kewenangan Desa
    3. Dilarang oleh Peraturan Perundang-undangan
    4. Bertentangan dengan Kepentingan Umum
    5. Dilakukan oleh Orang/Petugas yang Tidak Memiliki Kewenangan
  4. Contoh-Contoh Pungli di Desa
  5. Apa Perbedaan Pungutan Desa yang Diperbolehkan dan Pungli?
  6. Cara Melaporkan Oknum Pejabat Desa yang Melakukan Pungli

Pungutan Desa yang Sah (Diperbolehkan)

Yang dimaksud dengan Pungutan Desa yang Sah adalah pungutan Desa yang diperbolehkan sesuai kewenangan Desa berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, dilakukan oleh orang/petugas yang memiliki kewenangan untuk memungut, atau termasuk kategori pungutan Desa yang DIPERBOLEHKAN untuk dipungut.

Pungutan Desa DIPERBOLEHKAN jika objek yang dipungut memenuhi syarat berikut:

  1. Memiliki dasar hukum yang jelas;
  2. Termasuk dalam kewenangan Desa;
  3. Tidak dilarang oleh Peraturan Perundang-undangan;
  4. Tidak bertentangan dengan kepentingan umum; dan
  5. Dipungut oleh orang/petugas yang memiliki kewenangan untuk memungut.

Secara kumulatif, ini berarti pungutan desa hanya diperbolehkan jika objek yang dipungut memenuhi semua persyaratan yang disebutkan. Jadi, jika salah satu dari persyaratan tersebut tidak terpenuhi, pungutan tersebut tidak diperbolehkan. Semua persyaratan harus dipenuhi untuk melegalkan pungutan tersebut.

Berikut adalah penjelasan lengkapnya masing-masing:

1. Memiliki Dasar Hukum yang Jelas

Pungutan Desa harus memiliki landasan hukum yang sah dan jelas. Ini berarti bahwa ada peraturan atau perundang-undangan yang mengatur atau membenarkan pungutan tersebut. Dasar hukum ini bisa berupa undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, peraturan daerah, peraturan bupati, atau peraturan desa yang secara eksplisit menyebutkan jenis pungutan dan prosedur pelaksanaannya. Tanpa dasar hukum yang jelas, pungutan dapat dianggap tidak sah. (Untuk informasi lebih lanjut tentang regulasi Desa, lihat Kumpulan Permendagri tentang Desa).

2. Termasuk dalam Kewenangan Desa

Pungutan harus berada dalam batas kewenangan (intra vires) yang diberikan kepada Desa, yang artinya bahwa Desa memiliki otoritas dan tanggung jawab untuk memungut pungutan tersebut. Kewenangan ini adalah kewenangan Desa yang telah ditetapkan melalui UU, PP, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah/Peraturan Bupati, dan/atau Peraturan Desa. In casu meliputi kewenangan berdasarkan hak asal-usul, kewenangan lokal berskala Desa, kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota serta kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana yang dijelaskan dalam Permendagri 44/2016 tentang Kewenangan Desa.

Pungutan yang dilakukan oleh Desa harus sesuai dengan wewenang yang diberikan, dan tidak boleh melampaui batas kewenangan tersebut. Jika pungutan dilakukan di luar kewenangan Desa, maka pungutan tersebut bisa dianggap ilegal.

3. Tidak Dilarang dalam Peraturan Perundang-undangan

Pungutan yang sah adalah pungutan yang tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, peraturan daerah, peraturan bupati, atau peraturan Desa. Jika peraturan perundang-undangan secara eksplisit melarang jenis pungutan tertentu, maka pungutan tersebut menjadi tidak sah. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa pungutan Desa tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku.

4. Tidak Bertentangan dengan Kepentingan Umum

Pungutan harus dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan umum dan tidak merugikan masyarakat. Ini berarti bahwa pungutan tersebut harus memenuhi tujuan yang positif bagi masyarakat Desa dan tidak menyimpang dari prinsip-prinsip kepatutan dan keadilan. Pungutan yang dilakukan untuk kepentingan pribadi atau yang membebani masyarakat secara tidak wajar dapat dianggap bertentangan dengan kepentingan umum dan, oleh karena itu, tidak sah.

5. Dipungut oleh Orang/Petugas yang Memiliki Kewenangan untuk Memungut

Pungutan Desa harus dilakukan oleh orang atau petugas yang memiliki kewenangan resmi untuk memungut. Ini memastikan bahwa hanya mereka yang diberi wewenang berdasarkan peraturan perundang-undangan atau keputusan resmi yang dapat melakukan pungutan. Jika pungutan dilakukan oleh pihak tidak memiliki kewenangan, maka pungutan tersebut dianggap ilegal.

Contoh-Contoh Pungutan Desa yang Diperbolehkan

Secara umum, berikut adalah beberapa contoh pungutan Desa yang diperbolehkan atau sah berdasarkan kewenangan Desa:

  1. Retribusi Sewa Kios Pasar Desa
  2. Retribusi Pengelolaan Sampah
  3. Sewa Pemanfaatan Tanah Kas Desa (TKD)
  4. Pengelolaan Tempat Wisata Desa
  5. Iuran Pengelolaan Lumbung Desa
  6. Iuran Pengelolaan Air Bersih
  7. Dan lain-lain sesuai kewenangan Desa

1. Pungutan Retribusi Sewa Kios Pasar Desa

Pungutan ini dikenakan kepada pedagang yang berjualan di pasar desa. Tujuan pungutan ini adalah untuk pemeliharaan, kebersihan, dan pengelolaan pasar. Pungutan ini harus diatur dalam Peraturan Desa (Perdes) yang secara spesifik mengatur tentang retribusi pasar. Dengan adanya Perdes, pungutan ini memiliki dasar hukum yang jelas dan sesuai kewenangan lokal berskala Desa, pedagang akan mengetahui besaran retribusi serta prosedur pembayaran. In casu, jika pungutan ini tidak diatur dalam Perdes, maka pungutan tersebut dapat dianggap tidak sah dan berpotensi menjadi Pungli.

Selain itu, pungutan ini mendukung pengelolaan pasar yang lebih baik, sehingga pasar tetap bersih dan terawat, memberikan manfaat langsung kepada masyarakat dan pedagang. Retribusi ini umumnya digunakan untuk keperluan pemeliharaan fasilitas pasar, seperti perbaikan kios pasar, sanitasi, keamanan pasar, dan lain-lain. Untuk contoh peraturan desa yang lebih spesifik mengenai retribusi pasar, Anda bisa membaca artikel tentang Pasar Desa.

2. Pungutan Retribusi Pengelolaan Sampah

Pungutan ini dikenakan kepada warga Desa untuk mendukung pengelolaan sampah di Desa. Tujuan pungutan ini adalah untuk membiayai operasional dan pemeliharaan sistem pengelolaan sampah, termasuk pengumpulan, transportasi, dan pembuangan sampah. Pungutan ini harus diatur dalam Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur tarif dan mekanisme pungutan, yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah mendapat persetujuan bersama BPD. Dengan adanya Perdes, pungutan ini memiliki dasar hukum yang jelas dan sesuai dengan kewenangan lokal berskala Desa. Warga Desa akan mengetahui besaran pungutan serta prosedur pembayaran yang berlaku. In casu, jika pungutan ini tidak diatur dalam Perdes, maka pungutan tersebut dapat dianggap tidak sah dan berpotensi menjadi Pungli. Untuk contoh Perdes yang relevan, lihat Contoh Peraturan Desa tentang Pengelolaan Sampah.

Pungutan ini berfungsi untuk memastikan bahwa sistem pengelolaan sampah berfungsi dengan baik. Biaya yang terkumpul digunakan untuk operasional pengelolaan sampah, seperti penyediaan fasilitas pengumpulan sampah, biaya transportasi, dan pengelolaan tempat pembuangan akhir (TPA). Dengan adanya pungutan ini, lingkungan di Desa dapat terjaga kebersihannya dan sampah dapat dikelola dengan lebih efektif.

Dalam implementasinya, pungutan ini juga berkontribusi pada kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang baik dan berkelanjutan. Dengan adanya Perdes yang mengatur pungutan ini, transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana pungutan dapat terjaga, memberikan manfaat langsung bagi kualitas lingkungan di Desa.

3. Pungutan Sewa Pemanfaatan Tanah Kas Desa (TKD)

Pungutan ini dikenakan kepada pihak-pihak yang menyewa atau memanfaatkan tanah kas Desa untuk berbagai keperluan, seperti pertanian, perikanan, atau kegiatan ekonomi lainnya. Tanah kas Desa adalah tanah yang dimiliki dan dikelola oleh Desa, dan pungutan sewa ini bertujuan untuk mengelola dan memanfaatkan tanah tersebut secara optimal. Pungutan ini harus diatur dalam Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur tarif sewa dan ketentuan pemanfaatan tanah kas Desa. Untuk informasi lebih lanjut tentang pengelolaan tanah kas desa, lihat RAB Sertifikasi Tanah Kas Desa.

Dengan adanya Perdes, pungutan ini memiliki dasar hukum yang jelas dan sesuai dengan kewenangan lokal berskala Desa. Para penyewa atau pemanfaat tanah akan mengetahui besaran pungutan serta prosedur sewa yang berlaku. In casu, jika pungutan ini tidak diatur dalam Perdes, maka pungutan tersebut dapat dianggap tidak sah dan berpotensi menjadi pungli. Baca lebih lanjut tentang Contoh Perdes Tanah Kas Desa untuk melihat bagaimana format peraturan ini.

Pungutan sewa tanah kas Desa digunakan untuk mendukung pengelolaan tanah serta pembiayaan kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan/penggunaan tanah tersebut. Dana yang terkumpul dari pungutan ini biasanya digunakan untuk pemeliharaan tanah, pengembangan infrastruktur/aset desa, dan kegiatan lain yang mendukung kesejahteraan masyarakat Desa. Pengelolaan tanah kas Desa yang efektif dapat meningkatkan pendapatan Desa dan memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi masyarakat.

4. Pungutan Pengelolaan Tempat Wisata Desa

Pungutan ini dikenakan kepada pengunjung yang menggunakan fasilitas tempat wisata yang dikelola oleh Desa. Tujuan pungutan ini adalah untuk mendukung pemeliharaan dan pengembangan fasilitas wisata, serta meningkatkan kualitas pelayanan kepada pengunjung. Pungutan ini harus diatur dalam Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur tentang tarif dan ketentuan pengelolaan tempat wisata Desa. Untuk memahami lebih lanjut tentang dasar hukum pengelolaan wisata desa, baca artikel kami tentang Contoh Perdes Pengelolaan Desa Wisata.

Dengan adanya Perdes, pungutan ini memiliki dasar hukum yang jelas dan sesuai dengan kewenangan lokal berskala Desa, sehingga pengunjung dapat mengetahui besaran pungutan serta prosedur pembayaran. In casu, jika pungutan ini tidak diatur dalam Perdes, maka pungutan tersebut dapat dianggap tidak sah dan berpotensi menjadi pungli. (Ketahui lebih lanjut tentang struktur pengelolaan wisata desa melalui SK Pokdarwis Desa Wisata).

Pungutan dari pengelolaan tempat wisata Desa digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk pemeliharaan fasilitas wisata, penyediaan layanan tambahan bagi pengunjung/pendatang, serta pengembangan dan promosi tempat wisata. Dana yang terkumpul dari pungutan ini dapat digunakan untuk memperbaiki infrastruktur wisata, seperti jalan setapak, area parkir, toilet umum, serta penyediaan fasilitas lain yang meningkatkan kenyamanan dan kepuasan pengunjung. (Untuk informasi lebih lanjut tentang penyusunan proposal desa wisata, kunjungi Proposal Pengajuan Desa Wisata).

Melalui Perdes yang mengatur pungutan ini, Desa dapat memastikan bahwa semua pendapatan dari destinasi wisata dikelola dengan transparan dan akuntabel. Pahami lebih lanjut tentang proses penetapan desa sebagai destinasi wisata di Proses Penetapan Desa Menjadi Desa Wisata.

Pungutan ini tidak hanya mendukung pemeliharaan dan pengembangan tempat wisata, tetapi juga dapat membantu meningkatkan pendapatan Desa yang selanjutnya dapat digunakan untuk program-program yang bermanfaat bagi masyarakat setempat. Dengan pengelolaan yang baik, tempat wisata Desa dapat menjadi sumber pendapatan yang signifikan dan memberikan manfaat ekonomi bagi seluruh komunitas. Untuk panduan lebih komprehensif tentang pengelolaan Desa wisata, lihat Buku Panduan Desa Wisata

5. Pungutan Iuran Pengelolaan Lumbung Desa

Pungutan ini dikenakan kepada anggota kelompok atau masyarakat yang memanfaatkan layanan lumbung Desa. Lumbung Desa adalah fasilitas penyimpanan hasil pertanian yang dikelola oleh Desa untuk kepentingan bersama, seperti penyimpanan hasil panen atau bantuan pangan. Pungutan ini harus diatur dalam Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur tentang iuran dan tata cara pengelolaan lumbung Desa. Dengan adanya Perdes, pungutan ini memiliki dasar hukum yang jelas dan sesuai dengan kewenangan lokal berskala Desa, sehingga setiap anggota dapat memahami besaran iuran dan prosedur pengelolaan. In casu, jika pungutan ini tidak diatur dalam Perdes, maka pungutan tersebut dapat dianggap tidak sah dan berpotensi menjadi pungli.

Iuran pengelolaan lumbung Desa digunakan untuk biaya operasional, pemeliharaan, dan perbaikan fasilitas lumbung. Dana ini juga dapat digunakan untuk pembelian alat-alat penyimpanan, perlengkapan, dan biaya administrasi yang diperlukan untuk menjalankan fungsi lumbung dengan efektif. Dengan pungutan ini, lumbung Desa dapat tetap berfungsi dengan baik dan mendukung ketahanan pangan serta kesejahteraan masyarakat. Untuk informasi lebih lanjut mengenai rencana anggaran dan belanja (RAB) terkait penguatan ketahanan pangan, kunjungi artikel kami tentang RAB Penguatan Ketahanan Pangan.

Melalui Perdes yang mengatur pungutan ini, Desa dapat memastikan bahwa pengelolaan lumbung dilakukan secara transparan dan akuntabel. Pungutan ini mendukung keberlanjutan fasilitas lumbung dan memastikan bahwa semua kegiatan terkait dikelola dengan baik. Dengan cara ini, lumbung Desa dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat dan membantu dalam pengelolaan hasil pertanian serta memenuhi kebutuhan pangan secara lebih efisien.

6. Pungutan Iuran Pengelolaan Air Bersih

Pungutan iuran pengelolaan air bersih adalah biaya yang dibayar oleh warga Desa untuk mendukung perawatan dan pengelolaan sistem penyediaan air bersih. Biaya ini membantu untuk memastikan bahwa air bersih yang digunakan tetap tersedia dan berkualitas baik. Dengan iuran ini, kita bisa memastikan sistem penyediaan air bersih di Desa tetap berjalan lancar dan tidak mengalami gangguan.

Untuk memastikan pungutan ini sah dan jelas, harus ada Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur tentang iuran ini. Perdes ini akan menjelaskan besaran iuran, cara pembayarannya, dan bagaimana dana tersebut digunakan. Jika iuran ini tidak diatur dalam Perdes, maka pungutan tersebut bisa dianggap tidak sah dan bisa menjadi Pungli.

Dengan adanya pungutan ini, dana yang terkumpul akan digunakan untuk berbagai kebutuhan, seperti memperbaiki pipa air, menjaga pompa agar tetap berfungsi dengan baik, dan memastikan fasilitas penyediaan air bersih tetap berkualitas. Jadi, iuran ini penting untuk menjaga agar kita semua mendapatkan air bersih yang layak dan aman untuk dipakai sehari-hari.

Melalui pengaturan yang jelas dalam Perdes, kita bisa yakin bahwa penggunaan dana dilakukan dengan baik dan sesuai kebutuhan, serta memberikan manfaat langsung bagi seluruh warga Desa.


Selain yang sudah disebutkan di atas, contoh pungutan yang diperbolehkan silahkan sesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Bupati yang mengatur Daftar Kewenangan Desa dan Desa Adat, Peraturan Desa yang mengatur Kewenangan Berdasarkan Hak Asal-Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan lokal Desa, dan Peraturan Perundang-undangan lainnya. Untuk contoh konkret tentang Perdes yang mengatur kewenangan Desa, kunjungi artikel kami tentang Contoh Perdes Kewenangan Desa.

Pungli Desa (Dilarang)

Yang dimaksud dengan Pungli Desa atau Pungutan Liar di Desa adalah pungutan yang dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pungli di Desa biasanya dilakukan oleh oknum-oknum pejabat Desa yang tidak memiliki kewenangan resmi atau otoritas untuk melakukan pungutan, dan termasuk kategori pungutan Desa yang DILARANG untuk dipungut.

Pungutan Desa DILARANG jika objek yang dipungut memenuhi salah satu atau lebih dari syarat-syarat berikut:

  1. Tidak Memiliki Dasar Hukum yang Jelas;
  2. Tidak Termasuk dalam Kewenangan Desa;
  3. Dilarang oleh Peraturan Perundang-undangan;
  4. Bertentangan dengan Kepentingan Umum; dan/atau
  5. Dilakukan oleh Orang/Petugas yang Tidak Memiliki Kewenangan.

Suatu pungutan Desa (misalnya, pemungutan berupa uang, barang atau sumber daya lainnya oleh Pemerintah Desa) dilarang jika objek yang dipungut memenuhi setidaknya satu dari syarat-syarat yang disebutkan. Jika salah satu saja dari syarat-syarat yang disebutkan dipenuhi oleh objek pungutan, maka pungutan tersebut tidak boleh dilakukan.

Ini menunjukkan bahwa memenuhi satu syarat sudah cukup untuk melarang pungutan, dan semakin banyak syarat yang terpenuhi, semakin jelas bahwa pungutan tersebut dilarang.

Berikut adalah penjelasan lengkapnya masing-masing:

1. Tidak Memiliki Dasar Hukum

Pungutan yang dilakukan tanpa adanya dasar hukum yang jelas dan sah, seperti peraturan Desa atau peraturan perundang-undangan lainnya, dianggap sebagai Pungli. Tanpa adanya peraturan yang mendukung, pungutan tersebut tidak memiliki legalitas dan dapat dianggap ilegal.

2. Tidak Termasuk dalam Kewenangan Desa

Jika pungutan dilakukan di luar batas kewenangan (ultra vires) yang diberikan kepada Desa, maka pungutan tersebut merupakan Pungli. Pungutan yang melampaui wewenang Desa atau dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang termasuk dalam kategori Pungli.

Kewenangan yang dimaksud adalah kewenangan Desa yang telah ditetapkan melalui UU, PP, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah/Peraturan Bupati, dan/atau Peraturan Desa.

3. Dilarang oleh Peraturan Perundang-undangan

Beberapa jenis pungutan dilarang secara eksplisit oleh peraturan perundang-undangan. Jika pungutan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka pungutan tersebut merupakan Pungli. Ini termasuk pungutan yang tidak diatur atau dilarang secara langsung oleh UU, PP, Permen, Perda, Perbup, atau Perdes.

4. Bertentangan dengan Kepentingan Umum

Pungutan yang bertujuan untuk kepentingan pribadi atau yang membebani masyarakat secara tidak wajar dapat dianggap sebagai Pungli. Pungutan tersebut sering kali dilakukan dengan cara-cara yang tidak transparan dan merugikan masyarakat umum.

5. Dilakukan oleh Orang/Petugas yang Tidak Memiliki Kewenangan

Pungutan yang dilakukan oleh orang atau petugas yang tidak memiliki kewenangan resmi untuk memungut juga merupakan Pungli. Kewenangan untuk melakukan pungutan harus diberikan secara sah berdasarkan peraturan yang berlaku.

Pungli dapat merugikan masyarakat dan menciptakan ketidakadilan. Oleh karena itu, penting untuk mengenali dan menghindari Pungli dengan memastikan bahwa semua pungutan yang dilakukan di Desa sesuai dengan ketentuan hukum dan kewenangan yang berlaku.

Contoh-Contoh Pungli di Desa

Berikut ini adalah contoh-contoh Pungli di Desa, antara lain:

  • Meminta uang atau barang sebagai syarat untuk mendapatkan pelayanan administrasi Desa yang dilarang untuk dipungut, seperti pengurusan KTP, KK, surat keterangan, surat pengantar, atau surat rekomendasi.
  • Pungutan biaya tambahan untuk pengurusan sertifikat tanah, jual beli, hibah, atau alih penguasaan tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan resmi. (Ketahui lebih lanjut tentang penganggaran fasilitasi sertifikat tanah di artikel RAB Fasilitasi Sertifikat Tanah untuk Masyarakat Miskin).
  • Pemotongan dana bantuan sosial atau bantuan lain di luar ketentuan yang seharusnya diterima oleh warga secara penuh. Seperti BLT, PKH, BPNT, BST, Beda Rumah, dll. (Pelajari lebih lanjut tentang hak-hak bantuan PKH di artikel Hak dan Kewajiban Penerima Bantuan PKH)
  • Memungut biaya untuk pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB) di luar ketentuan yang telah diatur. (Untuk panduan mengenai pengajuan IMB, baca Surat Permohonan IMB)
  • Pungutan liar saat proses perekrutan perangkat Desa atau tenaga kerja di proyek-proyek Desa.
  • Penambahan beban pada pembayaran seperti PBB, listrik, telepon, atau air PDAM oleh pihak Desa di luar ketentuan yang berlaku secara resmi
  • Dan lain-lain

Perlu disadari bahwa Pungli, sekecil apapun bentuknya, berdampak negatif terhadap masyarakat Desa. Praktik ini tidak hanya merugikan secara finansial tetapi juga mencederai kepercayaan masyarakat terhadap aparatur Desa. Oleh karena itu, penting bagi seluruh elemen masyarakat untuk memahami dan melawan segala bentuk Pungli. Kesadaran akan hak-hak yang dimiliki serta transparansi dalam setiap proses pelayanan publik di Desa adalah kunci untuk menghindari dan memberantas praktik Pungli. In casu Pasal 68 ayat (1) huruf b UU 6/2014 tentang Desa menyatakan bahwa Masyarakat Desa berhak memperoleh pelayanan yang sama dan adil.

Selain itu, masyarakat juga harus berani melaporkan jika menemukan indikasi Pungli, sehingga tindakan tegas dapat diambil terhadap pelaku yang terlibat. Dengan demikian, Desa dapat menjadi tempat yang lebih adil, bersih, dan sejahtera bagi seluruh warganya.

Apa Perbedaan Pungutan Desa yang Diperbolehkan dan Pungli?

Dalam pengelolaan pelayanan publik di Desa, penting untuk memahami perbedaan antara pungutan Desa yang diperbolehkan (sah) dan yang tidak dilarang (Pungli). Berikut ini adalah Perbedaan antara Pungutan Desa yang Diperbolehkan dan Pungli:

Kriteria Pungutan Desa yang Diperbolehkan Pungutan Desa yang Dilarang (Pungli)
Dasar Hukum Memiliki dasar hukum yang jelas, diatur dalam peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, Peraturan Bupati, dan/atau Peraturan Desa (Perdes). Tidak memiliki dasar hukum yang jelas atau tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku / secara melawan hukum.
Kewenangan Desa Termasuk dalam kewenangan yang diberikan kepada Desa, sesuai dengan hak asal-usul, kewenangan lokal berskala Desa, atau kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah. Melampaui kewenangan yang diberikan kepada Desa atau tidak termasuk dalam kewenangan Desa.
Larangan Peraturan Perundang-undangan Tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan. Dilarang oleh peraturan perundang-undangan, seperti UU, PP, Permen, Perda, Perbup, atau Perdes.
Kepentingan Umum Tidak bertentangan dengan kepentingan umum, dilakukan untuk tujuan yang positif bagi masyarakat Desa. Bertentangan dengan kepentingan umum, dilakukan untuk kepentingan pribadi atau yang merugikan masyarakat.
Petugas yang Memungut Dipungut oleh orang atau petugas yang memiliki kewenangan resmi untuk memungut berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dipungut oleh pihak yang tidak memiliki kewenangan atau oleh petugas yang tidak berwenang.

Cara Melaporkan Oknum Pejabat Desa yang Melakukan Pungli

Hemat saya, jika Desa adalah sebuah badan publik terbuka, maka sudah seharusnya tunduk pada hukum administrasi publik. Oleh karena itu, jika ada indikasi pelanggaran seperti pungutan liar (Pungli) yang dilakukan oleh oknum pejabat Desa, masyarakat berhak untuk mengadukan atau melaporkan tindakan tersebut agar dapat ditindaklanjuti secara hukum. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat Anda ikuti untuk melaporkan Pungli yang dilakukan oleh pejabat Desa:

  1. Kumpulkan Bukti: Pastikan Anda memiliki bukti yang cukup mengenai Pungli tersebut, seperti kuitansi, foto, atau rekaman percakapan. Bukti ini akan sangat penting dalam proses pelaporan.
  2. Laporkan ke Pengawas Internal Desa: Anda dapat melaporkan kasus Pungli kepada pengawas internal Desa, seperti BPD (Badan Permusyawaratan Desa) atau lembaga pengawas Desa lainnya, yang memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
  3. Hubungi Inspektorat Kabupaten/Kota: Jika pengawasan internal tidak memberikan tanggapan atau Anda merasa kurang puas, Anda bisa melaporkan kasus Pungli ke Inspektorat Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab atas pengawasan dan pemeriksaan administratif Desa.
  4. Laporkan ke Penegak Hukum: Anda juga dapat melaporkan kasus Pungli ke aparat penegak hukum, seperti kepolisian atau kejaksaan, jika Anda merasa Pungli yang dilakukan melanggar hukum dan memerlukan tindakan hukum.
  5. Gunakan Layanan Pengaduan Online: Beberapa daerah menyediakan layanan pengaduan online melalui situs web pemerintah atau aplikasi pengaduan publik. Anda dapat memanfaatkan fasilitas ini untuk melaporkan Pungli secara elektronik.
  6. Laporkan ke Ombudsman: Jika Anda merasa proses pelaporan di tingkat Desa atau Kabupaten tidak efektif, Anda dapat melaporkan kasus Pungli kepada Ombudsman Republik Indonesia di wilayah Anda, yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik sesuai amanat UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik.
  7. Laporkan ke Satgas Saber Pungli: Anda juga dapat melaporkan kasus Pungli ke Saber Pungli, sebuah program pemerintah yang dirancang untuk menanggulangi pungutan liar di layanan publik sebagaimana dalam Perpres 87/2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar. Identitas Anda selaku Pelapor akan dirahasiakan. Laporan dapat dilakukan melalui saluran yang disediakan oleh Saber Pungli, dan tim Saber Pungli akan menangani dan menindaklanjuti laporan tersebut. Berikut adalah informasi kontak untuk Saber Pungli:

Pungutan liar merupakan salah satu tindakan melawan hukum yang diatur dalam UU 31/1999 jo UU 22/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Oleh karena itu, penting untuk melakukan pelaporan dengan cara yang benar dan sesuai prosedur agar kasus Pungli dapat ditangani dengan baik. Dengan adanya pelaporan yang jelas dan terstruktur, Anda membantu memastikan bahwa tindakan Pungli dapat dihentikan dan oknum pejabat Desa (Kepala Desa, Perangkat Desa, atau BPD) yang bersangkutan dapat diperiksa serta diberi sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


Semoga penjelasan lengkap terkait Pungutan Desa yang Diperbolehkan dan yang Dilarang (Pungli) dapat bermanfaat untuk Anda semua, dari Aceh sampai Papua. Tekan CTRL + D untuk BOOKMARK laman ini, agar sobat Desa dapat terus melihat update terbaru jika sewaktu-waktu terdapat perubahan dalam laman ini. Untuk informasi lebih lanjut tentang pencabutan Permendes 1/2015 dan implikasinya, baca Pungutan Desa Pasca Pencabutan Permendes 1/2015.

Terima kasih telah membaca artikel di Web-Blog FORMAT ADMINISTRASI DESA yang berjudul: Pungutan Desa yang Diperbolehkan vs Pungli Desa: Apa Saja?. Konten tersebut mengulas tentang Apa itu Pungli Desa? Apa itu Pungutan Desa yang Diperbolehkan? Apa saja Contohnya? Apa perbedaan Pungutan Desa yang Diperbolehkan dan Pungli Desa?.

Silahkan bagikan artikel ini ke media sosial kamu, jika memang dirasa dapat memberi manfaat kepada orang lain. Terima kasih!
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget