Satu diantara beberapa kisah sukses Desa Wisata. Satu Desa yang sukses memanfaatkan keunikan budayanya. Dia adalah Desa Wisata Penglipuran.
Tak banyak Desa seperti Penglipuran yang mampu bertahan dari gempuran arus modernisasi. Desa Panglipuran memang desa yang unik dan istimewa.
Wilayah Desa Penglipuran terletak di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Lebih kurang 45 km dari kota Denpasar. Desa yang terletak pada ketinggian 500-625 meter di atas permukaan laut ini memiliki iklim sangat sejuk dengan jumlah penduduk sebanyak 1008 jiwa atau 238 KK.
Ini adalah sebuah desa adat yang kaya dengan beragam budaya, tradisi dikelilingi oleh lingkungan yang sejuk, bersih dan asri.
Keunikan Desa Penglipuran mempunyai tata ruang unik berdasarkan konsep Tri Mandala. Wilayah desa dibagi menjadi 3 zona, yaitu:
- zona tempat-tempat suci (Parhyangan);
- zona pemukiman (Pawongan); dan
- zona untuk kuburan, pertanian, peternakan dan sebagainya (Palemahan).
The Immaculate Peace : Penglipuran Village - Kisah Sukses Desa Wisata Penglipuran |
Di zona Parhyangan banyak dilestarikan bentuk bangunan-bangunan pura tradisional dengan gaya arsitektur khas Penglipuran. Biasanya bangunan di zona ini dibangun dari batu padas, kayu, ijuk, bambu) dan menghindari penggunaan bahan bangunan modern seperti beton, seng, asbes dan sebagainya.
Di sebelah utara zona Parhyangan, terdapat hutan bambu seluas 45 ha. Hutan ini benar-benar dijaga kelestariannya dan tidak boleh dialihfungsikan atau dijual ke pihak luar desa adat.
Di zona pemukiman atau pawongan dilestarikan bagian-bagian rumah, adat, seperti pintu gerbang (angkul-angkul), dapur tradisional (pawon), bale (saka enam) dan tempat suci keluarga (sanggah/merajan).
Tata ruang unik Desa Penglipuran sangat berhubungan pada pola masyarakat yang berkaitan dengan identitas sosial. Masyarakat Penglipuran ingin menunjukkan diri bahwa mereka adalah desa tradisional yang masih bertahan di antara desa-desa lain yang telah memudar identitasnya.
Pola hunian Desa Penglipuran ini merupakan suatu model desa tradisional yang memiliki ciri-ciri tatanan spesifik dalam struktur desa tradisional, sehingga menampilkan wajah pedesaan yang asri, bersih dan nyaman. Pengaruh dari luar tidak mampu mengubah pola hunian masyarakat Desa Penglipuran.
Salah satu norma adat yang masih bertahan adalah berlakunya peraturan larangan segala macam jenis kendaraan bermotor dan sepeda untuk melintas di jalan utama desa yang memang diperuntukkan para pejalan kaki.
Pola hunian tradisional inilah yang justru menjadi daya tarik minat wisatawan, baik yang datang dari nusantara maupun mancanegara.
Kuatnya warga Desa Penglipuran dalam memegang tradisi ini tak lepas dari peran serta I Nengah Moneng, warga Desa Penglipuran yang sangat mencintai seni budaya tradisional warisan leluhur.Bersama para tokoh masyarakat, lelaki kelahiran 1951 ini berusaha sekuat tenaga untuk tetap melaksanakan konservasi budaya dengan cara melestarikan tata ruang desa adat, bangunan tradisional, adat istiadat, dan lingkungan.
Pada dasarnya, para warga desa Penglipuran sudah memiliki kepribadian yang ramah, sopan santun, bersih, taat dan disiplin dengan adat istiadatnya. Menyadari banyaknya potensi tersebut, Nengah Moneng tertarik untuk mulai mengembangkan pariwisata di desa adat Penglipuran. Tapi usaha mengembangkan pariwisata ini bukan berarti tanpa kendala. Sebagian warga tidak ingin desanya dijadikan desa wisata dikarenakan takut repot dan mengganggu pekerjaan pokoknya.
Rumah adat milik warga yang mempunyai dapur tradisional, bale saka enam, gapura pintu masuk perkarangan dan sebagainya, waktu itu sudah banyak yang berubah dikarenakan pengaruh modernisasi. Rencana mengembalikan bentuk rumah seperti dulu dianggap merepotkan dan memerlukan biaya banyak.
Tak hanya itu saja, keinginan melarang semua kendaraan bermotor untuk melintas di jalan utama sesuai dengan norma adat, juga banyak ditentang warga yang sebagian sudah memiliki kendaraan bermotor.
[next]Menghadapi berbagai kendala ini, Nengah Moneng pun kemudian melakukan pendekatan secara kekeluargaan dan terus menerus kampanye tentang konservasi dan pariwisata, kemudian banyak melakukan rapat yang membahas solusi serta memohon dukungan pemerintah. Satu persatu kendala mulai teratasi.
Melestarikan jalan utama desa dengan melarang kendaraan bermotor melintas kemudian disepakati warga dengan solusi pembuatan jalan melingkar mengelilingi desa yang bisa mengakses ke setiap perkarangan rumah warga. Perlahan namun pasti warga Desa Penglipuran mulai mempunyai pemahaman pentingnya menjaga budaya desa mereka sendiri sekaligus membangun Desa Penglipuran sebagai Desa Wisata.
Kesabaran ekstra dibutuhkan karena membutuhkan waktu hingga 9 tahun untuk menjadikan Desa Penglipuran menjadi Desa Wisata berbasis masyarakat.
Desa Wisata Penglipuran : Keunikan Budaya yang bertahan dari gempuran modernisasi |
Komitmen kuat dan kepercayaan masyarakat terhadap tim pengelola serta dukungan berbagai pihak, menjadikan Desa Penglipuran menjadi salah satu destinasi wisata yang digemari oleh wisatawan. Jumlah wisatawan yang datang Penglipuran bisa dikatakan luar biasa. Di awal program Desa Wisata saja sudah tercatat 34.506 wisatawan yang berkunjung dan jumlah naik lagi di tahun berikutnya menjadi 41.096 wisatawan.
Di tahun 2014 bisa dikatakan terjadi kenaikan jumlah wisatawan secara signifikan, menjadi 64.402 wisatawan. Namun terjadi sedikit penurunan di tahun berikutnya menjadi 46.402 wisatawan.
Di tahun 2016 dan 2017, Desa Wisata Penglipuran mendapatkan jumlah wisatawan dengan jumlah meroket, menyentuh angka kisaran ratusan ribu. Tercatat ada 115.580 wisatawan yang berkunjung di tahun 2016 dan tercatat ada 182.969 wisatawan yang datang di tahun 2017.
Omzet yang diraih pun juga naik dari tahun ke tahun, seiring dengan kenaikan jumlah wisatawan. Tahun 2015 omzet pengelolaan Penglipuran tercatat lebih dari Rp. 1,53 milyar dan kemudian naik di tahun berikutnya sebesar lebih dari Rp. 2,38 milyar.
[next]Tahun 2017 terjadi kenaikan omzet yang sangat fantastis, tercatat Desa Wisata Penglipuran mendapatkan omzet pengelolaan hingga lebih dari Rp. 5,6 milyar. Semua omzet yang telah diraih ini belum termasuk omzet festival dan juga omzet hasil penjualan kuliner serta souvenir yang dijual oleh masyarakat langsung.
Kemajuan pariwisata dari Desa Wisata Penglipuran memberikan dampak yang luar biasa bagi warganya. Masyarakat merasakan peningkatan kesejahteraan secara merata melalui berbagai lini bisnis, seperti homestay, wisata kuliner, karyawan desa wisata, perdagangan souvenir dan sebagainya. Bahkan kini ada sebuah fenomena, pemuda Penglipuran tertarik untuk sekolah atau kuliah di bidang kepariwisataan karena melihat suksesnya program desa wisata di desanya.
Desa Wisata Penglipuran meraih berbagai penghargaan, baik di tingkat kabupaten, provinsi, nasional, ASEAN, hingga dunia. Desa Penglipuran mampu memberikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten dengan melebihi target pada tahun ini. PAD ini hasil dari tiket dan parkir yang mencapai sekitar Rp 3,7 miliyar dalam satu tahun walaupun terjadi erupsi Gunung Agung.
Itulah kisah sukses Desa Wisata Penglipuran yang dapat menjadi percontohan buat desa-desa lain di Indonesia. Semoga menginspirasi.