Ide untuk mengembangkan destinasi ini berawal pada tahun 2006 pada saat bencana gempa bumi mengguncang Yogyakarta dan sekitarnya,termasuk Desa Ngelanggeran ini. Bencana tersebut berdampak parah di Desa Ngelanggeran dan nyaris memutuskan nadi kehidupan warga. Sebagian besar rumah warga mengalami kerusakan yang sangat parah.
Banyak bantuan yang berdatangan ke Nglanggeran sehingga banyak orang luar yang datang untuk mengantarkan bantuan tersebut. Setelah sampai di Nglanggeran, mereka penasaran mendaki puncak Gunung Nglanggeran karena gunung ini adalah gunung berapi yang aktif pada 30-60 juta tahun yang lalu.
Gambar : Kisah Sukses Desa Wisata Nglanggeran |
Mereka sangat penasaran, seperti apakah tekstur gunung api purba itu, apakah sama dengan bayangan mereka atau tidak. Setelah turun dari puncak, rata-rata mereka mengungkapkan kekaguman Puncak Gunung Api Purba tersebut.
Para pemberi bantuan tersebut yang kemudian menyarankan untuk mengelola gunung api purba ini lebih serius sebagai destinasi wisata. Mursidi, salah satu warga asli Nglanggeran, tergerak hatinya untuk mengembangkan pariwisata Desa Nglanggeran. Pria kelahiran 1972 ini kemudian bergerak mengajak desa untuk bersama-sama membangun Desa Wisata Nglanggeran, dikemas dengan tajuk unik yaitu Gunung Api Purba Nglanggeran.
Di awal tahun 2007, warga Nglanggeran mulai menarik jasa pelayanan dengan jumlah sekedarnya saja untuk setiap wisatawan yang berkunjung, hanya 500 rupiah untuk jasa pelayanan dan 1000 rupiah untuk parkir.
[next]Gambar Ilustrasi : Suatu hari di Gunung Api Purba di Desa Wisata Nglanggeran |
Di tahun itu pulalah Karang taruna Desa Nglanggeran mencoba mengikuti lomba blog pariwisata dari pemerintah pusat. Tanpa disangka, blog Karangtaruna Nglanggeran meraih juara pertama dan sejak itu wisatawan mulai banyak berdatangan. Destinasi Gunung Api Purba Nglanggeran pun mulai dikenal masyarakat.
Ternyata tidak semua warga Nglanggeran langsung setuju dengan gagasan adanya desa wisata tesebut. Namun penentangan ini dianggap Mursidi dan kawan kawannya sebagai sebuah dinamika.
Para pemuda Karang Taruna tidak patah semangat untuk terus menjadikan destinasi wisata ini bermanfaat bagi warga desa. Segala cibiran yang datang mengganggu dianggap sebagai salah satu tantangan yang harus ditaklukan.
Memang tidaklah mudah untuk memberikan pemahaman terhadap semua warga Nglanggeran tentang kegiatan pentingnya desa wisata ini. Masyarakat yang belum paham ini dirangkul dan diajak duduk bersama untuk menyamakan pemikiran. Salah satunya yaitu forum arisan warga yang diselenggarakan setiap malam Selasa Kliwon. Di forum ini mursidi dan kawan-kawannya senantiasa mengajak diskusi secara terbuka tentang desa wisata ini.
Semua perwakilan warga hadir dan menyampaikan segala unek-unek mereka di forum ini. Di sinilah terjadi diskusi yang bertujuan untuk memecahkan segala permasalahan yang selama ini menjadi ganjalan. Perlahan namun pasti, Mursidi mampu meyakinkan bahwa kegiatan desa wisata ini akan bermanfaat bagi kehidupan warga desa Nglanggeran, sehingga bisa bersinergi untuk menggapai tujuan Bersama.
Setelah berhasil meyakinkan, Mursidi dan kawan-kawan mulai menggarap potensi kuliner tradisional seperti sego wiwit yang menjadi suguhan utama wisatawan yang menginap di Nglanggeran. Proses pengolahan kakao menjadi dodol pun juga dikemas sebagai sebuah atraksi yang menarik.
Berbagai kelompok kesenian tradisional juga ikut terlibat dalam industri wisata ini. Tugas mereka adalah menghibur para wisatawan ketika bersantai menikmati suasana desa Nglanggeran ini.