Kerajaan Blambangan yang merupakan cikal bakal Kota Banyuwangi, kini telah hilang akibat adanya genosida atau pembantaian etnis di masa silam menyebabkan kita cukup sulit untuk menggali sejarah Banyuwangi. Desa Kemiren menjadi bukti sejarah yang masih lengkap tentang adat, budaya dan tradisi suku asli Banyuwangi, yaitu Osing.
Di desa Kemiren inilah kita masih dapat menemui adat, budaya, dan tradisi suku Osing asli dalam keseharian mereka. Keaslian dan keunikannya yang membuat Desa Kemiren menjadi destinasi wisata terkemuka.
Tahun 1995, Desa Kemiren dinobatkan sebagai Desa Wisata Adat Osing. Desa Kemiren ini terpilih karena keunikan adat, tradisi dan budaya suku Osing yang masih terus dilestarikan turun temurun dari generasi ke generasi. Salah satunya adalah Rumah Adat Osing Banyuwangi.
Walaupun mempunyai keunikan yang memiliki nilai jual, mengembangkan pariwisata Desa Kemiren di tengah derasnya arus modernisasi ini bukanlah tanpa kendala. Sejak tahun 2000-an, rumah adat Osing mulai menghilang tergerus dengan kemajuan jaman. Sedikit demi sedikit masyarakat Kemiren mulai merenovasi dan mengganti rumahnya menjadi rumah modern yang bertembok.
Tentu saja hal ini membuat Desa Kemiren kehilangan ciri khas Desa Kemiren sebagai Desa Adat Osing yang seharusnya dapat memegang erat bentuk asli bangunan khas suku Osing Banyuwangi, karena inilah yang menjadi daya tarik utama bagi wisatawan.
Pada tahun 2015 Pemerintah Desa Kemiren memberikan bantuan pembangunan rumah adat Osing bagi masyarakat Kemiren. Bantuan ini bertujuan untuk mendorong masyarakat Kemiren agar mau merenovasi rumahnya kembali ke bentuk aslinya. Makin lama makin banyak masyarakat yang merenovasi rumahnya mengembalikan ke bentuk rumah adat Osing sehingga mulai terasa kembali suasana adat Osing di Kemiren.
Tentu saja hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan sehingga jumlah wisatawan yang berkunjung dan menginap di Kemiren terus meningkat. Dengan naiknya jumlah wisatawan ini, masyarakat mulai merasakan manfaatnya secara langsung yaitu peningkatan pendapatan ekonomi dan pemahaman yang lebih balk akan pentingnya industri pariwisata di Kemiren.
Pada awal program desa wisata di tahun 2012, jumlah kunjungan di Kemiren tercatat 4.313 wisatawan dan ada sedikit kenaikan di tahun 2013 menjadi 4.349 wisatawan. Di tahun 2014 mengalami kenaikan yang cukup bagus, menjadi 5.195 wisatawan dan di tahun 2015 dikunjungi 5.356 wisatawan.
Walaupun gerakan mengembalikan rumah adat Osing sudah dimulai di tahun 2015, namun dampak kenaikan jumlah wisatawan yang berkunjung belum terlalu terasa di tahun 2016, tercatat hanya ada sedikit kenaikan di tahun sebelumnya, menjadi 5.411 wisatawan yang datang berkunjung. Baru di tahun 2017 kenaikan jumlah wisatawan yang datang meroket dengan jumlah berlipat-lipat hingga hampir lima kali lipat, menjadi 24.507 wisatawan.
Omzet Pariwisata di Desa Kemiren pun juga mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015, omzet pengelolaan tercatat Rp. 72 juta dan mampu untuk menyumbangkan kas desa serta BUM Desa sebanyak Rp. 6juta.
Tahun berikutnya pada 2016, omzet pengelolaan naik menjadi Rp.78 juta dan mampu menyumbang kas desa/BUM Desa sebesar Rp. 7,5 juta. Dan pada tahun 2017 lalu, omzet pengelolaan meraup Rp. 84 juta dan menyumbang kas desa/BUM Desa sebesar Rp. 9 juta.
Pariwisata di Desa Kemiren ternyata mampu menyediakan lapangan kerja bagi warga desa Kemiren. Sejak dimulai pada tahun 2012 kini tercatat ada 20% dari warga Kemiren yang bekerja di sektor pariwisata dengan jumlah total penduduk sebanyak 2.569 jiwa.
Gambar : Kisah Sukses Desa Wisata Kemiren, Kisah Sukses Mengolah Adat menjadi Pendapatan Masyarakat |
Tak hanya rumah adat, Desa Kemiren juga memiliki beberapa atraksi budaya yang diminati oleh wisatawan. Tarian Barong Osing Kemiren adalah salah satu favorit wisatawan dan telah diakui UNESCO sebagai Warisan Dunia karena umurnya telah melewati enam generasi. Tarian ini hingga saat ini masih diyakini masyarakat Osing sebagai tarian pelindung desa. Atraksi budaya lain yang menarik seperti Tari Gandrung, Kesenian Angklung Paglak, kuliner khas Osing, musik lesung dan kegiatan ngopi khas Osing.
Kebiasaan minum kopi khas Osing juga menjadi salah satu favorit wisatawan yang berkunjung dan mampu mendongkrak pariwisata di Desa Kemiren. Sebenarnya tanaman kopi dari jenis robusta tidak tumbuh di Desa Kemiren, melainkan tumbuh di daerah yang lebih tinggi di kaki Gunung Ijen. Daya tariknya bukan di cita rasa biji kopi, tapi dari bentuk penyajiannya dan proses penyangraian biji kopi tersebut.
Masyarakat Osing di Desa Kemiren memang memiliki kebudayaan menyuguhkan kopi untuk para tamu yang berkunjung ke rumah mereka dengan menggunakan cangkir antik warisan keluarga, dan ini menjadi sebuah keunikan tersendiri. Minum kopi memang menjadi minuman wajib sehari-hari yang bisa mengakrabkan dengan seseorang, pepatah aslinya,"sak corotan dadi seduluran" yang artinya satu seduhan kita bersaudara".
Berkembangnya pariwisata berdampak positif terhadap kehidupan masyarakat Desa Kemiren sehari-hari, terutama pendapatan ekonomi. Jika dulu kesenian hanya ditampilkan pada acara-acara adat seperti pernikahan atau khitanan, maka saat ini kesenian disajikan untuk para wisatawan dan dapat mensejahterakan kehidupan para seniman yang ada di Desa Kemiren. Pengangguran berkurang drastis sekaligus tumbuh kesadaran secara kolektif untuk melestarikan budaya suku Osing yang sempat hilang terhempas modernisasi.
Desa Wisata Kemiren kini sudah memiliki akomodasi 55 homestay, penginapan dan hotel serta restoran-restoran yang menyajikan masakan khas suku Osing.