Beberapa waktu lalu (tepatnya 4 Mei 2019) muncul sebuah tulisan yang cukup menggegerkan jagat media sosial Sobat Desa dengan judul "
Anggota BPD Tidak Wajib Mundur". Penulisnya bernama Nur Rozuqi, sang pemilik fanpage Padepokan Desa di Facebook. Salah seorang influencer favorit saya.
Dan kali ini Saya akan mencoba mengomentari salah satu postingan beliau sejauh yang Saya tahu.
Meskipun cukup panjang penjelasannya disertai dasar aturannya, namun sebenarnya argumentasi yang dibangun oleh Mas Nur (biasa disapa) berkutat pada logika berpikir berikut ini:
Jika anggota BPD belum merangkap, belum sebagai, dan/atau belum menjadi Kepala Desa, maka anggota BPD tersebut tidak wajib mundur dari jabatannya.
Saat merangkap, saat sebagai, dan/atau saat menjadi sebagaimana yang dimaksud, baru harus mundur salah satu.
Dengan kata lain, anggota BPD baru wajib mengundurkan diri, entah mundur sebagai Kepala Desa atau sebagai anggota BPD ketika merangkap, ketika sebagai, dan/atau ketika menjadi Kepala Desa.
Kira-kira seperti itu maksudnya. Itu kalau dalam konteks BPD calon Kepala Desa atau nyalon Kades.
Dasar pernyataannya, beliau rujuk pada Pasal 26 huruf e, f, g, h, dan i Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa yang berbunyi:
Pasal 26
....
e. merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan perangkat Desa;
f. merangkap sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;
g. sebagai pelaksana proyek Desa;
h. menjadi pengurus partai politik; dan/atau
i. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang.
Jadi bila ada peraturan lain terkait dengan larangan bagi anggota BPD yang bertentangan dengan apa yang tertuang dalam Permendagri nomor 110 tahun 2016, pasal 26, huruf e, f, g, h, dan i, maka itu tidak sah. Tegasnya
Tanggapan Saya
Secara umum, Saya berasumsi mungkin yang dimaksudkan adalah peraturan lain seperti Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Bupati (Perbup) yang mengatur ketentuan bahwa "pimpinan dan anggota BPD yang mencalonkan diri sebagai Kepala Desa harus mengundurkan diri sebagai anggota BPD" itu dinilai bertentangan dengan substansi Pasal 26 huruf e, f, g, h, dan i Permendagri 110/2016 tentang BPD.
Benarkah?
Saya justru tidak menemukan hubungan klausul antara pasal larangan rangkap jabatan dengan wajib atau tidak wajibnya mengundurkan diri dalam pencalonan Kepala Desa, khususnya anggota BPD.
Cek juga:
Atau katakanlah anggota BPD tidak diwajibkan untuk mundur. Namun, yang pasti anggota BPD aktif dilarang ikut kampanye sesuai ketentuan Pasal 30 ayat (2) huruf c Permendagri 112/2014 tentang Pemilihan Kepala Desa yang berbunyi:
Pasal 30
(1) ...
(2) Pelaksana Kampanye dalam kegiatan Kampanye dilarang mengikutsertakan:
a. kepala desa;
b. perangkat desa;
c. anggota badan permusyawaratan desa.
Pertanyaannya adalah jika anggota BPD menjadi Cakades apakah anggota BPD tersebut tidak ikut berkampanye?
Dan yang terpenting sebenarnya adalah meskipun anggota BPD tidak mundur, akan tetapi anggota BPD tersebut nantinya akan diberhentikan sejak penetapan Calon Kepala Desa sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf k Permendagri 110/2016 yang berbunyi:
Pasal 19
(1)...
....
k. ditetapkan sebagai calon Kepala Desa.
Kesimpulan yang bisa ditarik adalah anggota BPD nyalon Kades tidak wajib diberhentikan apabila sudah mengundurkan diri. Untuk apa diberhentikan kalau sudah mundur?
Jadi tinggal pilih, mau Mundur atau Diberhentikan?